Minggu, 06 Desember 2015


Untukmu yang kumaksud ..



Apa kabar mu hari ini?



Gimana hari-harimu tanpa sapaan dan ocehanku?



Kabarku baik-baik saja setelah kau melepaskan ku.



Maaf aku menulis surat ini dan memintamu membacanya tanpa memikirkan betapa surat ini kan mengganggu ketenanganmu. Mungkin bagimu ini keterlaluan dan terkesan tak tahu malu, namun inilah yang aku rasakan, sedikit saja aku ingin kamu memahaminya walaupun pada kenyataannya kamu enggan.



Aku tahu dan aku menyadari kamu memintaku pergi namun entah kenapa rasanya aku tak bisa melepasmu. Denganmu begitu singkat, sangat singkat dan terasa seperti impian dalam tidur lelahku. Tolong jangan beranjak, kumohon usaikan membaca suratku ini sampai akhir. Untuk kali ini saja aku meminta waktumu kembali untuk mengingatku, hanya untuk saat ini. Walaupun kamu enggan membacanya sampai akhir ku mohon luangkan waktumu untukku sebentar saja, karena mungkin waktu mu tak akan pernah ku miliki lagi.



Dengarkan aku yah, pak dokter..



Perkenalan kita begitu singkat, dari awal saling lempar perhatian hingga melahirkan rasa kenyamanan. Dari rasa nyaman itulah kita mulai saling menyimpan ketertarikan. Ungkapan mu dulu bahwa kau menyukaiku sungguh diluar prediksiku, terlalu cepat rasanya kau mengatakannya. Aku bingung bagaimana mungkin seorang dirimu yang calon dokter yang bisa kubilang masa depannya sudah terjamin tertarik pada seorang gadis biasa sepertiku yang nyaris tak pernah kau temui sebelumnya. Kau tak tau seperti apa aku yang sebenarnya. Namun pernyataan mu itu sungguh sulit rasanya untuk ku tolak. Siapa yang tak tergiur mempunyai pacar seorang calon dokter? Siapa yang bisa menolak rasamu saat aku mulai merasa nyaman? Semua sesingkat itu, perkenalan kita menjadikanmu orang yang aku sayangi. Kedewasaanmu dalam berpikir aku suka hal itu, impian-impian yang pernah kita ucapkan yang terasa ngilu ketika ku kenang sungguh sangat menyiksa diri. Perhatian-perhatian yang pernah kau berikan padaku sungguh sangat aku rindukan.



Melalui surat ini aku ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk semua yang telah kau lukiskan dalam hidupku. Terima kasih telah megajariku merasakan rasa sayang yang begitu tulus yang belum pernah aku rasakan sebelumnya, aku mulai bertanya-tanya pada diriku sendiri saat kau memintaku melupakanmu. Oh.. seperti ini rasanya menyayangi orang dengan tulus? Yah beginilah, rasanya sakit sekali saat ia meminta kita untuk melupakannya saat rasa sayang ini terasa begitu tulus. Terima kasih untuk waktu yang telah kau berikan padaku, singkat namun begitu kuhargai. Terima kasih untuk semua kenangan manis yang pernah kau hadirkan dalam keseharianku dulu. Dan terima kasih untuk menyayangiku, terima kasih untuk semua itu.



Mungkin memang saatnyalah aku bangun dari mimpi indah ini. Bangun menghadapi kehidupan nyataku jauh sebelum sosokmu hadir, kembali menjalani keseharian tanpa komunikasi denganmu. Ada yang berbeda? Tentu, tapi toh inilah yang harus aku lakukan, membiasakan diri menjalani kehidupan seperti sebelum kau hadir.



Untukmu, maafkan aku yah untuk semua kesalahan yang kulakukan. Maaf untuk mencuri waktu sibukmu. Maaf untuk membuatmu terbebani dengan semua rasa yang ku punya. Maaf sekali. Bisa kan memafkan ku?



Semoga kelak kamu bisa menjadi dokter yang hebat seperti yang kau impikan. Dokter yang selalu mengobati seperti tugas utama seorang dokter, bukan melukai. Semoga juga kamu bisa menjadi imam yang baik untuk seseorang yang kan mendampingimu kelak walau pun  itu bukanlah diriku. Dan semoga juga kamu bisa menjadi ayah yang baik untuk buah hatimu kelak bersama sang bidadari yang kan menemanimu meghabiskan sisa hidupmu. Bidadari yang kan menyeka air matamu ketika bersedih, bidadari yang kan selalu membersihkan rumah mewah dan juga ruangan kerjamu, seorang bidadari yang kan menyayangimu lebih tulus dariku, yang dengannya kamu merasakan kedamaian. Sakit rasanya saat membayangkan bahwa bidadari itu bukanlah diriku, aku terlalu terlena pada mimpi yang pernah terbangun saat kita sedekat nadi. Sakit? Tentulah aku merasa sakit, namun tak apa. Jangan khawatir, aku kan mengatasi kesakitan ini meski sulit meski berat.



Tak banyak yang kuarap darimu, aku hanya berharap kamu akan selalu tersenyum dan bahagia dengan kehidupan yang kamu jalani. Jangan biarkan senyuman manis itu hilang dari wajah teduhmu, karena betapa aku sangat menyukai senyuman itu. Doakan aku yah bisa melupakanmu suatu hari, dan juga doakan aku kan bertemu dengan seseorang yang kan menyayngiku seperti ku menyayanginya, doakan aku dipertemukan pada saat yang tepat, saat siap untuk berkomitmen agar hati yang kau lepaskan ini takkan terluka tuk kedua kalinya. Terima kasih dan maafkan aku menyita waktu sibukmu.. Selamat tinggal pak dokter manja!!



 



                                “Diriku yang menyayangimu”